Selamat Membaca SBR

Untuk anda, para pembaca situs blog ini, semoga ada manfaat yang bisa anda dapatkan. Silakan tulis komentar anda dibawah. Saran dan kritik sangat kami tunggu.

Kamis, 05 April 2012

Kelompok Islamis, Arab Saudi dan Terorisme

Judul buku    : Awakening Islam
Penulis          : Stephane Lacroix
Penerbit        : Harvard University Press, AS
Cetakan        : Pertama, Desember 2011
Tebal             : 373 halaman

Bagaimana jadinya sebuah ideologi tumbuh di dalam masyarakat yang terfragmentasi? Masyarakat yang terpilah ke dalam berbagai suku, kabilah dan golongan, yang dalam sejarah secara ekstrem menunjukkan kesulitan untuk bersatu, kecuali saat diikat oleh satu keyakinan agama. Tentu, ideologi yang tumbuh akan menghadapi persoalan-persoalan awal berupa keterpilahan dan pandangan ortodoks yang nyaris sudah dipandang sebagai bagian dari dogma keyakinan agama tersebut sehingga ideologi yang bangkit di dalam masyarakat itu harus berkompromi pada situasi yang tercipta akibat ortodoksi yang kekal. Walau pergeseran demi pergeseran terjadi sebagai akibat keterbukaan media dan keinginan melakukan komparasi dengan negara lain, iklim ortodoksi itu tampak masih kuat bahkan semakin mengeras ketika berhadapan pada modernitas.

Buku ini terdiri dari tujuh bab, yang ditutup dengan kesimpulan penulis berisi seputar pelajaran-pelajaran penting dari kebangkitan. Pada bab pertama penulis menjelaskan tentang dinamika gerakan Islamisme dalam masyarakat yang terbelah. Harus diakui, walau Arab Saudi telah menjadi tempat kelahiran ajaran Islam, namun negara ini juga tak luput dari pengaruh gerakan kebangkitan Islam pada abad ke-19 dan 20. Oleh karena itu, gerakan Islamisme di Arab Saudi tidak bisa dikatakan sebagai gerakan yang terisolir dari proses interaksi dengan aneka gerakan kebangkitan yang kala itu sudah marak di seluruh jazirah Arabia, Afrika Utara dan Asia Selatan.

Kelompok-kelompok Islamis mempunyai penafsiran terhadap ajaran inti Islam yang bisa jadi berbeda satu sama lain meski dalam beberapa hal mereka mempunyai kemiripan, seperti ketika mereka memandang hubungan antara Islam dan Barat. Bagi mereka, masyarakat muslim berada dalam ancaman nilai-nilai Barat. Sebuah nilai-nilai yang tak sesuai dengan ajaran Islam karena berasal dari sumber yang berbeda. Sikap serta pemikiran resistensi ekstrem sering ditunjukkan kelompok Islam ini ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang berbau Barat. Kelompok mileniarianisme Islam Arab Saudi pimpinan Juhayman al Utaybi yang berhasil menguasai Masjid al Haram pada tahun 1979.



Penulis buku ini yang juga merupakan gurubesar ilmu politik di Sciences Po, Paris, secara jeli melihat latarbelakang resistensi, kebangkitan dan dampak dari peristiwa yang dikenal sebagai 'intifadah al sahwa' (kebangkitan sahwa). Kebangkitan ini merupakan momentum untuk melihat bagaimana alur gerakan itu terbentuk, pengaruhnya yang meluas di jazirah Arabia dan dunia Islam pada umumnya, serta mulai terbukanya secara umum mempertanyakan eksistensi sistem kerajaan yang dianut oleh keluarga Ibnu Saud. Dalam menguraikan hal ini, penulis juga menyinggung kritik yang ditujukan pada gerakan kebangkitan tersebut, yang umumnya menilai gerakan itu cuma sekadar bersifat emosional bukan rasional.

Ideologi al Sahwi yang berisi sikap oposisional dari pendukungnya, banyak terinspirasi dari pikiran-pikiran Muhammad al Qutb, Abdurrahman al Dawsari dan Muhammad Ahmad al Rashid. Seluruh inspirator ini merupakan sosok yang dikenal sudah berseberangan dengan rezim di negara asalnya, seperti sikap oposisi al Qutb pada pemerintah Mesir. Sikap oposisional yang keras ini perlahan namun pasti juga mempengaruhi jalan berpikir pendukung gerakan Sahwa. Sikap ini semakin mengental ketika kelompok Ikhwanul Muslimin di Suriah digencet habis-habisan oleh Presiden Hafez Assad yang berhaluan sosialis Baath. Hanya karena bertumpu pada hubungan historis dengan Suriah, Kerajaan Arab Saudi memilih bersikap netral, tidak membantu kelompok Ikhwan. Kenyataan ini membuat kaum muda pengikut ideologi Sahwi, diantaranya Osama bin Laden, menyatakan sikap kekecewaannya.

Kelompok Sahwi kemudian tumbuh menjadi kelompok yang paling lantang sekaligus keras dalam mengkritik ulama-ulama tradisional Wahhabi. Mereka tidak segan-segan melancarkan kritik tajam atas sikap serta pemikiran ulama Wahhabi yang cuma bisa hidup di bawah bayang-bayang keluarga Kerajaan Ibnu Saud. Praktek riba di Bank Saudi, kehadiran kaum sekular AS di kawasan Arab Saudi serta gaya hidup para pengeran Saudi, merupakan kenyataan yang tak henti-hentinya melahirkan kritik tajam kelompok Sahwi. Mereka antipati pada ulama Wahhabi yang tak lebih dari sekadar hamba sahaya dalam istana Keluarga Ibnu Saud. Sosok Muhammad Surur Zayn al Abidin menjadi sangat dikenal sebagai intelektual garda depan yang diikuti oleh kaum muda Sahwi.

Di akhir bahasan, penulis buku secara jelas melihat peran intelektual kelompok Sahwi begitu sangat berpengaruh hingga saat ini, namun sayangnya kelompok kebangkitan ini jarang sekali ditengok oleh para pengkaji gerakan-gerakan terorisme. Padahal, perjalanan sejarah dari kelompok ini setidaknya bisa memberi gambaran lebih utuh bagaimana sesungguhnya konstruksi intelektual yang melatarbelakangi berbagai peristiwa teror belakangan ini.
(peresensi: Rosdiansyah, Direktur Surabaya Readers Club)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar