Selamat Membaca SBR

Untuk anda, para pembaca situs blog ini, semoga ada manfaat yang bisa anda dapatkan. Silakan tulis komentar anda dibawah. Saran dan kritik sangat kami tunggu.

Sabtu, 01 Oktober 2016

Charlie Hebdo, Corong Kemunafikan Prancis

Judul buku: Who is Charlie?
Pengarang : Emmanuel Todd
Penerbit    : Polity Press, London
Tebal        : xi + 211 halaman
Cetakan    : Pertama, 2016


SIAPA tak kenal gaya satir karikatur tabloid Prancis Charlie Hebdo? Tabloid ini kondang ke seantero jagat seusai terjadi serangan brutal Januari 2015. Serangan yang memantik simpati global pada Prancis, negeri Voltaire. Puncaknya, pada tanggal 11 Januari 2015, sekitar 4 juta warga Perancis turun ke jalan untuk mengungkapkan solidaritas pada para korban penembakan di majalah Charlie Hebdo dan korban serangan berikutnya di sebuah supermarket halal di Paris. Dalam 'long march' ini bergabung para kepala negara dari sekitar 50 negara, berbaris bersama di bawah slogan di mana-mana "We are the Charlie". Kecaman terhadap aksi teror terus berdatangan. Bahkan, nyaris sebagian publik internasional menilai, inilah saat kebangkitan demokrasi spontan membela nilai kebebasan berekspresi. Tidak ada toleransi dan ruang bagi teror serta barbarisme. Sebuah sentimen global yang sesungguhnya bisa menjadi pintu evaluasi terhadap aksi-aksi barbarisme Prancis sendiri pada tanah jajahannya sekian puluh dekade silam.

Buku ini ditulis oleh sosiolog sekaligus sejarawan kondang Prancis, Emmanuel Todd. Dalam buku ini ia menantang cara-cara reduktif berupa perayaan seremonial usai kejadian tragis. Diawali dengan upaya menyingkap siapa itu Charlie, lalu Todd menyingkap Charlie yang mempunyai makna politik dan budaya. Aksi pawai membela Charlie tak ubahnya histeria massa kaum xenofobia yang menemukan momentum pada peristiwa tragis tersebut. Xenofobia merupakan ketakutan pada segala sesuatu yang berbau asing. Penyakit ini mulai melanda Prancis, sehingga sangat meresahkan para intelektual sekaliber Todd.

Di balik dari selebrasi membela Charlie Hebdo, sesungguhnya bercokol xenofobia. Kritik Todd ini tentu tidak mengada-ada, sebab selebrasi terhadap peristiwa tragis itu cenderung mengabaikan faktor-faktor pemicu. Sudah lama suasana anti-imigran dan anti-asing berkembang pesat di Prancis. Penyakit ini mewabah di kalangan kelas menengah Prancis yang punya sentimen kuat otoritarian dan fasis. Kelas menengah ini telah mendominasi secara sosial serta merasa punya hak istimewa. Lantas, sikap emosional mereka menemukan peluang pada kejadian tragis di Paris awal Januari itu.

Minggu, 11 September 2016

Onak dan Duri Kontra-terorisme

Judul buku: A High Price
Pengarang : Daniel Byman
Penerbit    : Oxford University Press, UK
Tebal        : xi + 464 halaman
Cetakan   : Pertama, 2011

Israel merupakan salah-satu negara di Timur-Tengah yang punya pengalaman panjang berhadapan dengan aksi-aksi terorisme. Lepas dari kontroversi sudut-pandang pada konflik Arab-Israel, kini beragam pengalaman Israel itu menjadi salah-satu topik perbincangan internasional terkait upaya-upaya melawan aksi terorisme. Tak bisa dipungkiri, di mata publik internasional, Israel sendiri kerap dicap sebagai negara teroris, yang selalu menebar teror ke seluruh dunia. Cap ini timbul bukan saja sebagai akibat kebijakan diskriminatif Israel, melainkan juga dampak dari aksi-aksi Israel dalam menjalankan program politiknya ke seluruh kawasan. 

Israel merupakan negara rentan serangan teroris. Hal ini terjadi akibat kehadiran Israel sejak awal di kawasan Timur-Tengah yang memang tidak pernah surut dari aksi-aksi perampasan, penjarahan tanah dan perluasan wilayah. Reaksi dan respon Israel dalam program kontra-terorisme juga tak pernah lepas diantaranya dari upaya politik ruang wilayah tersebut. Sehingga boleh dikata, yang membedakan antara Israel dari negara-negara lain dalam konteks perang melawan terorisme adalah pada agresivitas serta upaya super represif dalam menghadapi terorisme. Israel adalah negara yang dipaksakan kehadirannya di Timur-Tengah atas klaim-klaim sejarah serta eksploitasi ideologi Zionisme. Walau sering diklaim, ia hadir sebagai kebutuhan mutlak sebuah negara untuk bangsa Yahudi, namun kenyataan sejarah pula yang menunjukkan dukungan serta proteksi negara-negara Barat terhadap pembentukan negara Israel. Hal ini berbeda dari sejarah pembentukan negara-negara lain pasca perang dunia kedua, yang kini juga sama-sama memerangi aksi terorisme.

Penulis buku ini hendak menyingkap bagaimana pengalaman Israel dalam mengembangkan program kontra-terorisme. Melalui 25 bab yang bernaung di bawah lima bagian, penulis menguraikan tahap demi tahap Israel dalam membaca situasi baik di luar negeri maupun dalam negeri. Tak bisa dipungkiri, aparat keamanan Israel sendiri sering juga kewalahan menghadapi para teroris Yahudi pemicu ketegangan internal. Contohnya, kaum teroris berlabel 'Jewish Underground' yang beraksi pada 26 Juli 1983 di Hebron, kemudian memantik reaksi pembalasan dari komunitas Arab, telah menjadikan aparat keamanan Israel harus berulang kali melakukan razia dan penangkapan besar-besaran kepada para anggota 'Jewish Underground' ini. Repotnya, selalu ada kelompok-kelompok Yahudi lain yang malah membela ulah brutal 'Jewish Underground' tersebut, dengan beragam dalih. Ibarat spiral kekerasan tiada henti, kaum Yahudi radikal memang acap menjadi pemicu aksi-aksi kekerasan, yang juga harus dihadapi aparat Israel.

Jumat, 02 September 2016

Kropotkin Dicurigai, Tapi Juga Dipuji

Judul buku: Kropotkin and the Anarchist Intellectual Tradition
Pengarang : Jim Mac Laughlin
Penerbit  : Pluto Press
Tebal     : 269 halaman
Cetakan   : Pertama, Juni 2016

Kita sudah terlanjur salah kaprah mengidentikkan kata 'anarkisme' sebagai paham pro-kekerasan. Ketika kata itu disebut, maka yang terbayang dalam benak adalah aksi brutal, merusak, memporak-porandakan. Apalagi, selama ini elit kekuasaan juga memahami kata 'anarkisme' identik pada paham kekerasan. Bersikap anarkis jelas kemudian dianggap berperilaku brutal, cenderung pada aksi kekerasan. Salah kaprah ini sudah berlangsung lama, entah siapa yang mulai menyamakan kata 'anarkis' diidentikkan pada aksi kekerasan dan brutal.

Penulis buku ini hendak merombak kesalahkaprahan itu. Bahwa anarkisme tidaklah identik pada aksi kekerasan. Paham ini merujuk pada sejarah silam ketika warga masyarakat mengelola kesehariannya, tanpa pemimpin. Mereka tak butuh pemimpin bila dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, semuanya bisa dikerjakan sendiri. Oleh karena itu, anarkisme harus dipahami sebagai paham yang melihat kegiatan warga tanpa perlu kepemimpinan. Hal ini merujuk pada kata 'anarkis' yang sesungguhnya bermakna dari pecahan dua kata dalam bahasa Yunani, yakni 'an' yang berarti 'tanpa' dan 'archus' bermakna 'pemimpin'. Maka, anarkis sejatinya bermakna 'tanpa pemimpin'. Oleh karena itu, studi-studi tentang anarkisme kerap merujuk kepada kenyataan sosial dimana ada komunitas minus pemimpin. Para anggota komunitas sudah merasa berada pada peran masing-masing, berkarya sesuai kemampuan dan merumuskan masa depan bersama-sama. Itulah gambaran singkat tentang anarkisme.  

Dalam lima bab buku ini, penulis menguraikan peran Peter Kropotkin, intelektual Rusia, dalam menyusun wacana anarkisme. Dimulai dengan lintasan sejarah masyarakat yang memperlihatkan ciri-ciri anarkis. Artinya, masyarakat yang mengelola dirinya sendiri tanpa butuh intervensi atau campur-tangan pemimpin. Sejarah masyarakat semacam ini terjadi bukan saja di daratan Eropa, melainkan juga tampak di daratan Cina. Ketika ajaran filosofis Lao-Tse, yang dikumandangkan baik oleh Zhuangzyi dan Bao Jingyen sekitar abad ke-6 sebelum Masehi, menunjukkan karakter anarkis.

Minggu, 28 Agustus 2016

Mama Merkel, Sang Kanselir

Judul buku : Angela Merkel
Pengarang  : Stefan Kornelius
Penerbit     : Alma Books
Tebal          : 279
Cetakan      : Ketiga, Januari 2016

Buku ini merupakan biografi resmi Angela Merkel, Kanselir Jerman yang kini tengah disorot berbagai media. Merkel merupakan fenomena menarik belakangan ini setelah kebijakannya yang lunak pada para pengungsi asal Suriah, memperoleh perhatian luas. Bukan saja di Jerman, melainkan juga di seluruh dunia. Sentuhan Merkel memang beda, justru di tengah iklim benua biru yang diwarnai kewaspadaan pada para pengungsi, Merkel tampil memperlihatkan sikap berbeda. Baginya, pengungsi adalah juga mahluk, yang tengah membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Melalui penelusuran intensif sejak perkenalan dengan Merkel pada tahun 1989 di Berlin Timur, penulis yang juga jurnalis koran berbahasa Jerman Sueddeutsche Zeitung mengupas kehidupan Merkel dalam buku ini. Dalam 13 bab, penulis memaparkan bagaimana masa remaja Merkel, yang pernah ikut program pertukaran siswa ke Rusia dan berbagai negara lain. Pelan-pelan, kemudian Merkel tumbuh malah dalam lingkungan akademis jurusan eksakta. Ia sangat tertarik pada disiplin ilmu fisika, dan menjadi mahasiswi ilmu fisika pada Universitas Karl Marx di Leipzig pada tahun 1973. Hari-hari sebagai mahasiswi merupakan hari-hari penuh dinamika, termasuk dinamika politik. Meski ia bukan mahasiswi jurusan ilmu politik, namun Merkel kerap mengikuti berbagai pertemuan dan diskusi politik di lingkungan mahasiswa.

Sabtu, 27 Agustus 2016

Menguak Tafsir Baru Anarkisme

Judul buku: Post Anarchism
Pengarang : Saul Newman
Penerbit   : Polity
Tebal        : xiv + 160 halaman
Cetakan   : Pertama, Mei 2016

Bagi orang awam, kata 'anarkis' selalu disamakan dengan aksi kekerasan. Bahkan kata itu juga ditujukan untuk semua aksi anti-keteraturan, melawan tatanan, sampai memicu kekacauan. Anarkis lalu dipahami sebagai perbuatan merusak, membongkar plus mengacaukan. Jika disebut kata 'anarkis' atau 'anarkisme', boleh jadi siapapun yang dengar spontan bergidik bulu kuduknya. Padahal makna kata anarki yang berasal dari bahasa Yunani ini, bisa dipecah jadi dua kata, 'an' yang bermakna 'tidak', dan 'arkhos' yang berarti 'pemimpin'. Maka, 'anarkisme' boleh dikata sebagai paham otonom anti-kepemimpinan.   

Sehingga, bagi penulis buku ini, anarkisme bukanlah kriminalitas. Ia bukan jenis kejahatan, melainkan ia adalah ekspresi politik radikal yang bertumpu pada sikap otonom individu. Sikap ogah menghamba, menolak penghambaan. Bagi Saul Newman, gerakan anarkisme di seluruh dunia selalu menawarkan gagasan orsinil membedah eksploitasi. Seorang yang berpikiran anarkis adalah sosok yang tak mau tunduk pasrah begitu saja pada hegemoni apapun. Ia selalu bersikap kritis terhadap dominasi, eksploitasi bahkan terhadap hegemoni yang halus sekalipun.

Paham anarkisme ini sudah mewabah ke seluruh jagat. Memasuki benak kaum muda di berbagai negara, kemudian membangkitkan kegairahan baru kehidupan politik kaum muda progresif. Seperti tampak pada gerakan anti-penguasa di Tunisia, Mesir (Tahrir Square) sampai aksi 'Occupy Wall Street' selama kurun 2011-2012. Gerakan otonom ini bersifat masif. Tidak ada pemimpin aksi, sebab semua peserta aksi berada dalam kesetaraan memahami situasi. Tidak ada pemegang komando aksi, karena seluruh anggota aksi mempunyai kesadaran yang sama melawan penguasa yang sudah merampas hak politik warga. 

Ditulis dengan gaya renyah, buku tipis ini berisi enam bab pembahasan. Sebagai guru besar teori politik Universitas London, Saul Newman tampak memahami kaum muda pembaca bukunya. Ia terlebih dulu menguraikan beda anarkisme dari Marxisme atau Leninisme. Jika kedua paham abad 20 itu merujuk ke nama para perintisnya, yakni Marx dan Lenin, maka anarkisme haram merujuk hanya pada satu nama besar seperti Bakunin. Banyak nama besar penyumbang gagasan anarkisme, namun yang terpenting tentu isi gagasannya ketimbang orangnya. Ibarat obat, anarkisme ini sejenis paham generik anti-otoritarian, emoh penindasan.     

Lagipula, revolusi yang selalu menjadi impian kaum Marxis, kini sudah usang. Selain dikarenakan revolusi yang sudah pasti memakan banyak korban jiwa, justru dalam situasi kini yang dibutuhkan masyarakat adalah bergerak minus korban. Bukan atas nama revolusi, para pengusung anarkisme lebih doyan menggunakan kata 'insureksi' (kebangkitan). Fenomena insureksi terjadi dimana-mana, dari negara maju sampai negara berkembang. Para warga anti-penggusuran sudah menjalar berkat kesadaran atas hak-haknya.

Ditegaskan Newman, perbedaan antara revolusi dan insureksi adalah pada hasilnya (hlm.47-67). Pengusung ide revolusi akan menekankan perlunya hirarki baru usai revolusi. Insureksi justru menekan kan pada jaringan, karena anarkis menolak segala bentuk hirarki. Alasannya, hirarki hasil revolusi akan menyebabkan pemberontakan menjadi sebuah siklus tanpa akhir.

Jaringan kaum anarkis dibentuk atas dasar persamaan hak dan kewajiban. Lalu, timbullah emansipasi dan toleransi antar pelaku, tidak ada perebutan kekuasaan. Meskipun terlihat sangat ideal dan mengada-ada, tapi banyak pemberontakan sekarang malah berbentuk insureksi, seperti Occupy Wall Street di tahun 2011. Juga demonstrasi di Seattle pada tahun 1999, kemudian demonstrasi mahasiswa Chile yang baru saja terjadi. Paham anarkisme malah mendorong hidup secara otonom dan saling toleran antara satu orang dengan lainnya. (RMH)

Sabtu, 04 Oktober 2014

Membaca Cak Nur, Membaca Indonesia Modern

Buku    : Cak Nur, Sang Guru Bangsa
Pengarang: Muhamad Wahyuni Nafis
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tebal: xxx + 370 halaman
Cetakan: Pertama, 2014

Sosok Cak Nur begitu lekat pada keindonesiaan, keislaman dan kemodernan. Tiga kredo membangun Indonesia penuh harapan dalam suasana lebih baik, lebih mencerahkan. Sahabat kami, Mas Nafis, begitu intens mendampingi Cak Nur dalam hari-hari pengembangan forum Klub Kajian Agama (KKA) Paramadina di Pondok Indah selama bertahun-tahun silam. Tanpa mengecilkan kehadiran Mas Budhy, Mas Elza, dll, dalam lingkaran KKA, maka intensitas Nafis itu membuatnya menjadi penulis biografi Cak Nur paling otoritatif.

Di dalam buku ini terasa betul, bagaimana rangkaian data dan  memori Nafis merekam beragam pandangan dan kegiatan Cak Nur. Nafis menggambarkan sosok Cak Nur bukan sebatas ilmuwan 'per se', namun ia juga mampu menampilkan Cak Nur sebagai aktivis keilmuan sepanjang hayat. Cak Nur berbagi saripati ilmu kepada banyak orang, atas apa yang ditelaahnya. Posisi KKA sangat strategis karena Cak Nur secara tepat membaca pergerakan muslim modern yang tengah naik vertikal ke atas. Kaum muslim di negeri ini bukan lagi menjadi sekadar pelengkap dekorasi politik, namun ada kesadaran baru muslim di Indonesia di tengah hiruk-pikuk modernitas. Kesadaran pada jati-diri kaum tercerahkan di tengah bangsa yang menapak kemodernan.

Dalam lima bagian buku ini, Nafis benar-benar mengeksplorasi pertautan pandangan serta aktivitas Cak Nur dengan tema-tema kemodernan. Gaya vertutur Nafis menjadikan buku ini enak dibaca, tidak membosankan dan layak dikoleksi.


 

Minggu, 16 Februari 2014

Telik Sandi dalam Jual-Beli Informasi



Judul Buku     : Trading Secrets
Pengarang      : Mark Huband
Penerbit          : IB Tauris, London
Cetakan          : Pertama, Desember 2013
Tebal               : xii + 259 halaman

PENYADAPAN bukan perkara enteng. Jangan pula dientengkan. Ini perkara serius, sebab hasil penyadapan merupakan informasi bernilai tinggi. Bukan informasi biasa, tapi informasi dari sumber langsung berkualifikasi rahasia. Tak sembarang orang bisa tahu informasi itu. Apalagi, informasi yang berkaitan langsung dengan apa yang bakal terjadi. Itulah yang membuat informasi produk penyadapan beda dari informasi biasa.

Ibarat harga barang langka, nilai jual informasi hasil penyadapan sangat tinggi. Bukan cuma negara yang butuh itu, perusahaan multinasional pun ingin beli. Tujuannya, jelas untuk antisipasi jika isi informasi tersebut jadi kenyataan. Negara penyadap informasi mencurahkan anggaran luar-biasa besar untuk merakit teknologi canggih demi memperoleh informasi 'A1'. Bagi negara-negara ini, informasi itu bisa menjadi rujukan dalam berdiplomasi. 

Selama perang dingin, dedengkot penyadapan adalah lembaga intelijen, seperti CIA dan MI6. Lembaga ini melahirkan beragam teknik, taktik dan strategi penyadapan. Pengembangan teknologi penyadapan juga berkembang pesat. Alat telik sandi itu harus diletakkan sedekat mungkin ke sumber penting. Untuk itu, dibutuhkan 'orang dalam' yang bisa menaruh alat itu, tanpa dicurigai. Anggaran lembaga-lembaga intelijen barat pun tanpa batas, sebab perlu membayar 'orang dalam' tersebut.