Selamat Membaca SBR

Untuk anda, para pembaca situs blog ini, semoga ada manfaat yang bisa anda dapatkan. Silakan tulis komentar anda dibawah. Saran dan kritik sangat kami tunggu.

Minggu, 11 September 2016

Onak dan Duri Kontra-terorisme

Judul buku: A High Price
Pengarang : Daniel Byman
Penerbit    : Oxford University Press, UK
Tebal        : xi + 464 halaman
Cetakan   : Pertama, 2011

Israel merupakan salah-satu negara di Timur-Tengah yang punya pengalaman panjang berhadapan dengan aksi-aksi terorisme. Lepas dari kontroversi sudut-pandang pada konflik Arab-Israel, kini beragam pengalaman Israel itu menjadi salah-satu topik perbincangan internasional terkait upaya-upaya melawan aksi terorisme. Tak bisa dipungkiri, di mata publik internasional, Israel sendiri kerap dicap sebagai negara teroris, yang selalu menebar teror ke seluruh dunia. Cap ini timbul bukan saja sebagai akibat kebijakan diskriminatif Israel, melainkan juga dampak dari aksi-aksi Israel dalam menjalankan program politiknya ke seluruh kawasan. 

Israel merupakan negara rentan serangan teroris. Hal ini terjadi akibat kehadiran Israel sejak awal di kawasan Timur-Tengah yang memang tidak pernah surut dari aksi-aksi perampasan, penjarahan tanah dan perluasan wilayah. Reaksi dan respon Israel dalam program kontra-terorisme juga tak pernah lepas diantaranya dari upaya politik ruang wilayah tersebut. Sehingga boleh dikata, yang membedakan antara Israel dari negara-negara lain dalam konteks perang melawan terorisme adalah pada agresivitas serta upaya super represif dalam menghadapi terorisme. Israel adalah negara yang dipaksakan kehadirannya di Timur-Tengah atas klaim-klaim sejarah serta eksploitasi ideologi Zionisme. Walau sering diklaim, ia hadir sebagai kebutuhan mutlak sebuah negara untuk bangsa Yahudi, namun kenyataan sejarah pula yang menunjukkan dukungan serta proteksi negara-negara Barat terhadap pembentukan negara Israel. Hal ini berbeda dari sejarah pembentukan negara-negara lain pasca perang dunia kedua, yang kini juga sama-sama memerangi aksi terorisme.

Penulis buku ini hendak menyingkap bagaimana pengalaman Israel dalam mengembangkan program kontra-terorisme. Melalui 25 bab yang bernaung di bawah lima bagian, penulis menguraikan tahap demi tahap Israel dalam membaca situasi baik di luar negeri maupun dalam negeri. Tak bisa dipungkiri, aparat keamanan Israel sendiri sering juga kewalahan menghadapi para teroris Yahudi pemicu ketegangan internal. Contohnya, kaum teroris berlabel 'Jewish Underground' yang beraksi pada 26 Juli 1983 di Hebron, kemudian memantik reaksi pembalasan dari komunitas Arab, telah menjadikan aparat keamanan Israel harus berulang kali melakukan razia dan penangkapan besar-besaran kepada para anggota 'Jewish Underground' ini. Repotnya, selalu ada kelompok-kelompok Yahudi lain yang malah membela ulah brutal 'Jewish Underground' tersebut, dengan beragam dalih. Ibarat spiral kekerasan tiada henti, kaum Yahudi radikal memang acap menjadi pemicu aksi-aksi kekerasan, yang juga harus dihadapi aparat Israel.

Jumat, 02 September 2016

Kropotkin Dicurigai, Tapi Juga Dipuji

Judul buku: Kropotkin and the Anarchist Intellectual Tradition
Pengarang : Jim Mac Laughlin
Penerbit  : Pluto Press
Tebal     : 269 halaman
Cetakan   : Pertama, Juni 2016

Kita sudah terlanjur salah kaprah mengidentikkan kata 'anarkisme' sebagai paham pro-kekerasan. Ketika kata itu disebut, maka yang terbayang dalam benak adalah aksi brutal, merusak, memporak-porandakan. Apalagi, selama ini elit kekuasaan juga memahami kata 'anarkisme' identik pada paham kekerasan. Bersikap anarkis jelas kemudian dianggap berperilaku brutal, cenderung pada aksi kekerasan. Salah kaprah ini sudah berlangsung lama, entah siapa yang mulai menyamakan kata 'anarkis' diidentikkan pada aksi kekerasan dan brutal.

Penulis buku ini hendak merombak kesalahkaprahan itu. Bahwa anarkisme tidaklah identik pada aksi kekerasan. Paham ini merujuk pada sejarah silam ketika warga masyarakat mengelola kesehariannya, tanpa pemimpin. Mereka tak butuh pemimpin bila dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, semuanya bisa dikerjakan sendiri. Oleh karena itu, anarkisme harus dipahami sebagai paham yang melihat kegiatan warga tanpa perlu kepemimpinan. Hal ini merujuk pada kata 'anarkis' yang sesungguhnya bermakna dari pecahan dua kata dalam bahasa Yunani, yakni 'an' yang berarti 'tanpa' dan 'archus' bermakna 'pemimpin'. Maka, anarkis sejatinya bermakna 'tanpa pemimpin'. Oleh karena itu, studi-studi tentang anarkisme kerap merujuk kepada kenyataan sosial dimana ada komunitas minus pemimpin. Para anggota komunitas sudah merasa berada pada peran masing-masing, berkarya sesuai kemampuan dan merumuskan masa depan bersama-sama. Itulah gambaran singkat tentang anarkisme.  

Dalam lima bab buku ini, penulis menguraikan peran Peter Kropotkin, intelektual Rusia, dalam menyusun wacana anarkisme. Dimulai dengan lintasan sejarah masyarakat yang memperlihatkan ciri-ciri anarkis. Artinya, masyarakat yang mengelola dirinya sendiri tanpa butuh intervensi atau campur-tangan pemimpin. Sejarah masyarakat semacam ini terjadi bukan saja di daratan Eropa, melainkan juga tampak di daratan Cina. Ketika ajaran filosofis Lao-Tse, yang dikumandangkan baik oleh Zhuangzyi dan Bao Jingyen sekitar abad ke-6 sebelum Masehi, menunjukkan karakter anarkis.